Fase hidup dari lajang, menikah, lalu menjadi seorang ayah, ternyata berpengaruh besar dalam hidup seorang pria, lho. Setelah menyandang predikat sebagai ayah, saya menyaksikan banyak perubahan pada suami.
Kalau dibandingkan saat kami masih pacaran, ia jadi lebih sigap, berpikir berkali-kali sebelum mengambil keputusan, dan lebih suka habiskan waktu liburnya bersama anak dan istri. Perubahan pria setelah menjadi seorang ayah bukan hanya dari prioritas, perilaku, finansial, tetapi juga dari sisi kesehatan.
Jadi, apa aja sih perubahan yang dialami seorang pria setelah menyandang status sebagai seorang Ayah?
Lebih Waspada dan Menjaga Kesehatan
Sejumlah penelitian menemukan bahwa, ketika menjadi seorang ayah, para pria membuang banyak kebiasaan buruk di kehidupan mereka sebelumnya. Contohnya aja merokok, minum-minuman keras, dan melakukan hal berbahaya seperti ngebut di jalan.
Hal ini juga diakui suami saya. Sebelum menikah, ia bisa berkendara lebih kencang. Tapi setelah punya anak, ia jadi lebih waspada. Katanya, “Anak itu pencabut nyali.” 😀
Nggak cuma itu, penelitian lain juga nyebutin kalau para ayah yang terlibat dalam mengasuh anak, punya peluang lebih kecil untuk meninggal karena jantung. Hal ini dikarenakan mereka cenderung mengonsumsi makanan lebih sehat, terhindar dari depresi, dan mulai rajin berolahraga. Setuju nggak?
Penghasilan Jadi Lebih Banyak
Katanya, banyak anak banyak rezeki. Saya sih nggak sepenuhnya menolak, tapi juga tidak sepenuhnya percaya. Saya dan suami yakin setiap anak memang ada rezekinya, dengan catatan harus tetap diusahakan :p
Kalau dilansir dari daddilife.com, sebuah studi dari Institute for Public Policy Research menemukan ayah yang bekerja penuh waktu menikmati bonus 22% lebih banyak daripada rekannya yang tidak memiliki anak.
Tidak ada yang tahu pasti, tetapi bisa jadi para ayah merasakan tanggung jawab yang besar dan membuatnya bekerja lebih keras dan menggunakan jam kerja dengan lebih optimal. Secara tidak langsung, perusahaan menganggap pria dengan anak lebih bisa diandalkan dan bertanggung jawab.
BACA JUGA: Begini Cara Agar Anak Perempuan Dekat dengan Ayah, Cari Tau Yuk!
Perubahan Hormonal
Ayah memang tidak mengandung, melahirkan, dan memproduksi ASI layaknya Mama. Tapi, ternyata saat Si Kecil hadir di dunia, seorang ayah juga mengalami perubahan besar, yakni perubahan hormonal.
Seperti dikutip dari Kumparan.com, Dr. Anna Machin, penulis The Life of Dad: The Making of the Modern Father menyebutkan bahwa baik Mama ataupun Ayah, keduanya memang sudah dipersiapkan menjadi orang tua.
Salah satu perubahan hormon adalah penurunan testosteron, yakni hormon seks pria. Hormon ini memang sangat baik kalau Mama & Ayah punya rencana untuk memiliki anak.
Tapi, setelah status sebagai ayah, hormon ini mengalami penurunan. Hal ini jadi salah satu bentuk tubuh mempersiapkan pria menjalani peran barunya.
Pasalnya, pria dengan testosteron lebih rendah, akan lebih sensitif dan berempati pada anak. Pria yang memiliki testosteron sangat tinggi mungkin akan merasa sangat sebal kalau denger anak nangis.
Lebih Betah Main Sama Anak
Ya, ada masanya suami saya lebih prioritaskan hobi dan ketemu teman-temannya. Tapi kalau dibandingkan saat dia belum nikah, waktu bersama teman-teman lebih banyak daripada keluarga.
Salah satu perubahan pria setelah menjadi seorang ayah adalah lebih prioritaskan keluarga daripada urusannya. Suami jadi lebih sering bermain sama anak. Dalam urusan pekerjaan juga seperti itu.
Ia yang cukup workaholic dan sering lembur karena kerja di agency memutuskan untuk pindah kantor saat saya hamil. Karena ia merasa prioritasnya berubah setelah punya anak.
Hal ini juga diamini oleh penulis Fatherhood: Evolution and Human Paternal Behavior, Kermyt Anderson. Menurutnya, para ayah akan lebih menghabiskan banyak waktunya dengan anak-anak dan lebih sedikit beraktivitas sosial dibanding pria yang belum punya anak.
Lebih Khawatir dengan Kebutuhan Anak
Perubahan pria setelah menjadi seorang ayah ternyata nggak melulu tentang hal yang menyenangkan. Para pria jadi lebih banyak khawatir, khususnya dalam urusan biaya atau kebutuhan anak.
Ayah jadi lebih takut dalam urusan biaya berobat, pendidikan anak, dan kebutuhan anak lainnya. Namun, hal tersebut bisa disiasati, kok. Misalnya aja, dengan membuat perincian pengeluaran, mencari income tambahan, dan diskusi bareng istri terkait kekhawatiran Ayah.
Punya Lingkaran Pertemanan Baru
Perubahan ini mungkin dialami banyak para ayah. Suami saya kerap cerita bagaimana ia bisa lebih nyambung dan empati dengan teman pria yang punya anak. Sebagai commuter, ia dan teman yang searah pulang kerap bercerita tentang pola asuh dan saling tukar informasi tentang sekolah anak.
Hal ini yang membuat lingkaran pertemanan Ayah jadi mayoritas terdiri dari orang tua lain. Karena bagaimanapun, teman-teman yang sudah punya anak bisa jadi support system bagi Ayah dalam menjalani fase baru.
Ayah Bisa Alami Baby Blues
Baby blues nggak cuma dialami Mama, lho. Seorang pria dengan status baru sebagai ayah juga bisa mengalami baby blues atau depresi pasca-melahirkan. Dilansir dari Kompas.com, menyebutkan jika pria bisa memiliki risiko 1,38 kali depresi daripada rekan yang belum jadi ayah.
Umumnya, depresi ayah bisa terjadi setahun pasca bayi lahir. Sayangnya, tak sedikit pria yang mengalami postpartum depression lebih menutup sisi emosionalnya dan tak ingin mendapatkan bantuan.
Kalau Ayah mengalami hal ini, saya sangat sarankan untuk mencari bantuan profesional. Seringkali kebiasaan menutup diri atau tak ingin memperlihatkan sisi emosional membuat kebanyakan pria tak menyadari gejala awalnya.
Itulah perubahan pria setelah menjadi seorang ayah. Perubahan setelah menjadi orang tua adalah hal yang wajar dan nggak perlu ditakuti. Mungkin saja pengalaman ini bisa berbeda dari yang Ayah alami.
Share di kolom komentar, yuk, tentang perubahan setelah menjadi Ayah 😀
1 thought on “7 Perubahan Pria Setelah Menjadi Seorang Ayah ”